ALKIL
HALIDA
Alkil Halida: adalah senyawa-senyawa yang
mengandung halogen yang terikat pada atom karbon jenuh (atom karbon yang terhibridisasi sp3).
Contohnya :
5-Bromo-2,4-dimetilheptana
2-Bromo-4,5-dimetilheptana
KLASIFIKASI ALKIL HALIDA
Berdasarkan jumlah atom karbon yang terikat
pada atom karbon yang mengandung halogen.
1. Metil
halida (CH3X):
2. Alkil
halida primer (1o): Sebuah karbon yang terikat pada karbon C-X.
CH3CH2 – CH2X
3. Alkil halida sekunder (2o):
Dua karbon terikat pada karbon C-X.
CH3CH2 – CHX
|
CH3
4. Alkil halida tersier (3o):
Tiga karbon terikat pada karbon C-X.
CH3
|
H3C – C – X
|
CH3
STRUKTUR ALKIL HALIDA
Ikatan C-X (karbon-halogen) : overlap
antara orbital hibrid sp3C dengan orbital halogen à C mempunyai
geometri tetrahedral dengan sudut ikatan ±109o.
↓
Halogen lebih elektronegatif dibanding
karbon:
à Ikatan C – X akan terpolarisasi:
elektron ikatan ditarik lebih ke arah halogen (x) dibanding ke arah karbon (c)
à Karbon bermuatan positif parsial (d+) dan halogen
negatif parsial (d-)
d+ d-
C X
Karena atom karbon terpolarisasi positif,
maka alkil halida adalah suatu elektrofil.
ELEKTROFIL (= suka elektron) : yaitu suatu
reagen yang miskin elektron (electron-poor) dan dapat membentuk ikatan
dengan menerima sepasang elektron dari suatu reagen yang kaya elektron(elektron-rich-reagent).
REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
dan REAKSI ELIMINASI
a.
Reaksi
Substitusi, yaitu reaksi yang atom, ion atau gugus dari suatu substrat digantikan oleh atom, ion, atau gugus lain
1). Substitusi Nukleofilik (SN) : Penggantian atom atau gugus atom dari suatu
molekul atau nukleofil.
Nukleofil: spesies yang mempunyai atom
dengan orbital terisi 2 elektron (pasangan elektron)
2). Substitusi Elektrofilik (SE)
Pada umumnya terjadi pada senyawa
aromatik, sedangkan pada alifatik sangat jarang secara umum persamaan reaksi
sbb:
R–Y + E+
R–E + Y+
Substrat Pereaksi Produk Leaving grup
Penyerang
1.
Reaksi Substitusi Nukleofilik (SN)
Suatu nukleofil
(Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat halogen
(X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir
disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang
digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus
pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron
ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:
Contoh masing-masing reaksi adalah:
2.
Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik
Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi
substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adan SN1. Bagian SN
menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan
kemudian.
A. Reaksi SN2 Mekanisme SN2 adalah proses satu
tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil
menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus
pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat
gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan
pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2
menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat
terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri
reaksi SN2 adalah:
1. Karena
nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka
kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi
terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan
(R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion
hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi,
ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh
suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai
perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi
reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika
substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila
R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier.
Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini
adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari
metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2
terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >>
tersier.
Gugus pergi
terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada
tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk
produk
Pada mekanisme
SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap
lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini
sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini
adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan
reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan
reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon
pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya
aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a gugus
yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai
hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini
masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya,
reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.
Spesies
antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar
sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang)
dengan peluang yang sama menghasilkan X yang melalui mekanisme SN1-adalah campuran rasemik Reaksi substrat R akan
berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah
struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o >
2o >> 1o.
Tabel berikut
memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan mebandingkannya dengan
keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur nukleofil.Tabel1:
Perbandingan reaksi SN2 dengan SN1
Pada tahap
pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme
ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi halida sekunder yang
dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat mengubah
mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme
reaksi halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah dari SN2
menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif
tidak-polar) menjadi 50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion
yanglebih baik). Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang
dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2
yang terjadi.
3.
Reaksi eliminasi,
yaitu pelepasan atom atau gugus atom.
Merupakan
reaksi samping pada reaksi substitusi, dikenal dengan eliminsi E1 dan E2.
a.
Mekanisme reaksi E1
Mekanisme
reaksi E1 merupakan alternatif dari mekanisme reaksi SN1. Karbokation dapat
memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam reaksi eliminasi. Mekanisme reaksi
E1 terdiri dari dua tahap. Perhatikan contoh berikut :
Tahap
1.
Tahap
1 reaksi E1 berjalan lambat.
Tahap
2.
Tahap
2 reaksi E1 berjalan cepat.
Mekanisme
reaksi E2
Reaksi
E2 menggunakan basa kuat seperti OHˉ, ORˉ, dan juga membutuhkan kalor. Dengan memanaskan
alkil halida dalam KOH, CH3CH2ONa.
Permasalahannya
:
Dari
uraian diatas jika kekuatan
nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi SN.
Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Bagaimana mengetahui
apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah? Mohon bantuannya teman teman,
terimakasih..
Hai mardhyati
BalasHapussaya ERIKA SIMARE MARE,NIM RRA1C114001 akan mencoba.membantu permasalahan yang ada.pada artikel yang ada.posting
menurut literatur yang saya baca
Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah.
1. Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pember elektron yang lebih baik daripada molekul netralnya.
2. Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung merupakan nukleofil yang lebih kuat daripada unsur yang berada dalam periode di atasnya yang segolongan.
3. Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan nukleofil lebih lemah (karena ia lebih kuat memegang elektron).
Karena C dan N berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan jika pada ion -:CN: , yang bereaksi adalah karbon, karena sifat nukleofilnya lebih kuat.
Terimakasih
semoga.membantu
Haii diati,,
BalasHapusSaya Ririn Eka Yuliana dengan nim RSA1C114012 akan membantu menjawab permasalahan diati dimana Kekuatan nukleofilik relatif dari atom dapat dijelaskan dengan melihat produk yang akan terbentuk jika atom-atom ini bertindak sebagai nukleofil. Kita bandingkan tiga molekul HF, H2O, dan NH3 dan lihat apa yang terjadi jika mereka
membentuk sebuah ikatan untuk membentuk sebuah proton.
Karena proton memiliki elektron, baik elektron untuk ikatan baru harus berasal dari pusat-pusat nukleofilik (yaitu F, O, dan N). Akibatnya, atom-atom ini akan memperoleh muatan positif. Jika hidrogen fluorida bertindak sebagai nukleofil, maka atom fluor melepas muatan positif. Karena atom fluor adalah sangat elektronegatif, tidak menerima muatan positif. Oleh karena itu, reaksi ini tidak terjadi. Oksigen sangat kurang elektronegatif dan dapat menerima muatan positif sedikit lebih baik, sehingga kesetimbangan adalah mungkin antara spesies diisi dan bermuatan.
Nitrogen adalah elektronegatif setidaknya dari tiga atom dan mentolerir muatan positif dengan baik sehingga reaksi tidak dapat diubah dan garam terbentuk. Dengan demikian, nitrogen sangat nukleofilik dan biasanya akan bereaksi seperti itu, sedangkan halogen yang nukleofilik lemah dan jarang akan bereaksi seperti itu. Terakhir, perlu dicatat bahwa semua molekul ini nukleofil lemah dari anion mereka yang sesuai, yaitu HF, H2O, dan NH3 merupakan nukleofil yang lebih lemah masing-masing dari F-, OH- dan NH2-.